Labels
- Adat (2)
- Budaya (4)
- Cipta Lagu (1)
- Kajang (1)
- Musik (2)
- Musikalisasi Puisi (1)
- Perkawinan Adat (1)
- Puisi (3)
- Semboyan (1)
- Seni Musik (1)
- Somba Palioi (1)
- Sulawesi Selatan (3)
- Tari (1)
Diberdayakan oleh Blogger.
"Simbol penyatuan diri terhadap alam.
Melalui Kekuatan Alam Pula,
Kita Menjaga Benteng Tradisi Warisan Leluhur,
dan di tangan Kita
Tergenggam NILAI-NILAI PELESTARIAN"
@yasir_art
Categories
Followers
Blog Archive
Sanggar Seni Budaya Saorajae
Salah satu pelestari Budaya, penjaga benteng Tradisi, wadah para generasi muda untuk berkesenian dan tempat menuangkat bakat. Sanggar Seni Budaya Saorajae Kecamatan Ujungloe Kabupaten Bulukumba telah memulai menampakan Eksistensi berkesenian pada tahun 2014, seiring berjalannya waktu Sanggar Seni Budaya Saorajae melanjutkan Eksistensi dengan membuka ruang bagi generasi muda untuk mengembangkan bakat berkesenian dan tepatnya pada tahun 2015 melaksanakan Performing Art untuk calon Anggota baru sebagai salah satu pilar perekrutan Anggota. Click Here To View Video
SOMBAYYA DI SOMBA PALIOI
Masuk di
wilayah Desa Benteng Palioi Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba. Kita akan
melihat pemandangan indah dan udara yang sejuk dan di Desa Benteng Palioi kita
dapat melihat pohon beringin raksasa yang tingginya lebih dari 45 meter
tersimpan sejarah hingga Desa tersebut dinamakan Desa Benteng Palioi. Menurut
cerita pohon beringin inilah yang di jadikan Benteng pertahanan Sombayya
bersama para prajuritnya. Ia memiliki seorang panglima perang yaitu I Nyonri
Daeng Massese. Sebelum berperang, di bawah pohon beringing itulah mereka
menyusun strategi. Sampai sekarang dipercayai bahwa penjaga pohon beringin itu
adalah seorang gadis cantik.
Somba Palioi dulunya adalah Dusun dari
Desa Benteng Palioi Kecamatan Kindang yang kini telah di mekarkan pada tahun
2012. Somba di maknai oleh warga Palioi sebagai ‘’To Risompa’’ atau Sombayya
yang berarti seorang Raja perempuan. Sementara Palioi adalah tempat pertemuan
atau biasa di sebut ‘’Toddao Pulinna Gowa, Toddo tallasa’na Bone’’ .Menurut
cerita orang setempat, Sombayya berasal dari Kerajaan Gowa yang melarikan diri
dan menginjakkan kakinya di tanah Palioi pada Tahun 1929 beserta rombongannya
yang dipandu oleh Boto(juru jalan dan pemikir). Menurut Bapak Mamung salah
seorang tokoh masyarakat, penyebab Sombayya sang Raja melarikan diri dari kerajaan Gowa adalah
karena adanya lamaran perjodohan yang di tujukan kepada Sombayya, akan tetapi
Sombayya tidak menginginkan perjodohan tersebut sampai pada akhirnya ia
melarikan diri dari kerajaan Gowa. Akibat dari kaburnya Sombayya dari Kerajaan
Gowa, menyebabkan warga Gowa memberikan semacam kutukan bahwa tidak akan ikut
atau menginjakkan kakinya di tanah di
mana Sombayya akan tiba dan bermukim. Sehingga sampai sekarang warga Gowa
selalu mengurungkan niatnya jika hendak mendatangi Desa Somba Palioi dan ia
juga berjanji akan menginjakkan kakinya ke tempat Sombayya berpijak apabila
Mereka telah Memotong seekor kerbau dengan menggunakan Tanduk Gelang.
Konon
perjalan Sombayya dari Gowa beserta rombongannya memakan waktu hingga berbulan
lamanya dan sempat mampir di beberapa tempat di Kabupaten Jenneponto dan
Bantaeng. Mereka akhirnya tiba di lembah Desa Palioi dan bermukim sampai
meninggal Dunia. Tidak ada yang tahu persis berapa lama Sombayya bermukim
hingga wafat di Palioi, yang ada kini kuburannya sangat begitu dihormati. Kini
kuburan Raja Sombayya berada di sekitar 2 kilo meter dari Desa Benteng Palioi
dan Somba Palioi kerap kali dikunjungi oleh orang-orang mayoritas Bulukumba.
Mereka berkunjung ketika ada niatan atau hajatan. Pak Mamung adalah generasi kedua penjaga makam
Sang Raja. Dalam ritual siarah kubur
kemakam sang Raja mesti menyiapkan
beberapa hal, termasuk kerbuau dan sapi yang dipotong di lokasi makam
sang Raja. Aroma mistis tidak hanya terasa di sekitar makam Raja Sombayya,
Bapak Mustarin kepala Dusun Kalukua, Desa Benteng Palioi. Menuturkan cerita
mistis disana. Konon suatu waktu ketika sebuah jembatan di Somba Palioi
diperbaiki, seorang pekerja jembatan yang kebetulan orang Gowa tiba-tiba sakit
dan meninggal. Entah kebetulan atau tidak, adapula cerita mistis tentang
seorang Mahasiswa yang datang untuk Kuliah Kerja Nyata juga tiba-tiba meninggal. Dan ada
pula cerita dari Bapak Mamung bahwa konon ada seorang Andi’ yang datang untuk
bersiarah kemakam Sombayya, namun ia tidak bisa sampai dan akhitnya meninggal
di sebuah sungai yang ada di Somba Palioi. Cerita tentang kutukan orang Gowa
yang tidak boleh melintasi Somba Palioi masih berkembang hingga saat ini. Tentu
kebenarannya tidak bisa diyakini seratus persen, tetapi cerita kutukan ini
menginspirasi kepada kita semua untuk memahami bahwa ada relasi historis antara
dimensi kebudayaan yang satu dengan yang lainnya.
Sebelum meninggal, Sombayya berpesan
agar kelak ia meninggal maka arah kakinya mengarah ke Gowa(menjulur). Kuburan
tersebut dikenal sebagai tonrang Gowa.
Berdasarkan hasil
penelitian di Desa Somba Palioi dan Benteng Palio tidak ada gelar Andi’
atau karaeng, karena apabila ada
keturunan darah Bangsawan yang masuk ke wilayah benteng Palioi maka gelar Andi’nya
akan hilang. Dan itu juga merupakan salah satu kutukan dari masyarakat Gowa.
Langganan:
Postingan (Atom)